Rabu, 05 Oktober 2011

Jurnalistik al Qur'an


Jurnalistik al Qur’an
(Studi tentang Nilai-Nilai Jurnalistik dalam al Qur’an)
Oleh Hasbullah, MA 19791212 200901 1015

Pendahuluan
            Al Qur’an adalah Mu‘jizat yang kekal dan sentiasa diperkuat oleh kemajuan dan perkembangan sains. Diturunkan Allah kepada Rasulullah untuk mengeluarkan manusia dari suasana gelap menuju terang, serta membawa mereka ke jalan yang lurus. Perkembangan dan kemajuan berfikir manusia senantiasa disertai wahyu yang sesuai dan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh setiap kaum, sampailah perkembangan tersebut mencapai perkembangan yang pesat.
Al Qur’an merupakan Risalah Allah kepada Umat manusia secara universal. berbicara kepada akal manusia dan perasaan hatinya, mengajarkan kepada manusia akidah tauhid, memurnikannya dengan ibadah-ibadah, memberikan petunjuk kepada apa yang memberikan kebaikan dan kemaslahatan pada kehidupan individu maupun masyarakat, al Qur’an juga membimbing kepada jalan yang lebih baik, untuk mewujudkan dirinya, mengembangkan pribadinya, meningkatkan dirinya pada kesempurnaan insani, sehingga ia mampu mewujudkan bagi dirinya kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

Artinya :
Dan kami turunkan  kepadamu Al Qur’an menjelaskan tiap-tiap sesuatu dan menjadi hidayah petunjuk, serta membawa rahmat dan berita yang menggembirakan bagi orang-orang Islam.
        
Al Qur’an juga sejalan dengan pelbagai macam disiplin ilmu baik dunia maupun akhirat karena Al Qur’an diturunkan Allah dalam bentuk yang shumul dan tiada ditinggalkan sesuatu pun dalam Kitab Al Qur’an. segala yang diperlukan mengenai dunia dan akhirat ada diterangkan asas-asas dan intinya, Al Qur’an bukan saja membicarakan persoalan-persoalan agama tetapi juga membicarakan mengenai apa-apa yang berhubungan dengan aspek kehidupan manusia, Al Qur’an bukan buku Filsafat, bukan pula buku psikologi, sains atau jurnalistik tetapi di dalamnya mengandung semua hal yang bersifat filosofis, psikologis, jurnalistik dan isyarat sains lain. Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya Ideals and Realities of Islam[2] mengatakan bahwa Al Qur’an merupakan gambaran menyeluruh dari segala buku yang melambangkan pengetahuan. Maka tak heran kalau Al Qur’an selalu dijadikan sebagai objek referensi dalam setiap pembicaraan.
Yang menjadi masalah adalah Al Qur’an sekarang hanya dijadikan sebagai simbol dalam hidup, sedang hakekat aplikasi atau penerapannya belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, Al-Qur’an dilupakan begitu saja, apalagi diera transisi seperti sekarang ini dengan terjadinya berbagai macam gejolak baik politik, ekonomi dan sosial budaya. orang lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat politis daripada religi.
 Al Qur’an bukan sebuah produk Jurnalistik, tetapi al Qur’an memeliki fungsi dan peran jurnalistik, didalam al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang mengandung nilai dan unsur dari jurnalistik yang memberikan solusi terbaik bagi keresahan masyarakat dan melahirkan kondisi kondusif perdamaian. Dalam hal ini ummat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya sedang menghadapi fenomena informasi dan komunikasi yang semakin mengglobal, yang diwujudkan atau diwakilkan oleh kegiatan pers dan jurnalistik yang tidak dinafikan media-media tersebut banyak dikuasai oleh non muslim atau muslim tapi tidak memahami etika Islam.
            Nabi Muhammad SAW bukanlah seorang wartawan, jurnalis atau insan pers tapi dalam diri beliau terdapat unsur dan semangat kewartawanan yang sangat tinggi khususnya dalam menyampaikan pesan atau informasi yang diterimanya dari Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada ummatnya secara utuh dan menyeluruh, meskipun terkadang ada juga ummatnya yang menaruh curiga, namun Nabi Muhammad tetap menghadapinya dengan tenang, arif dan bijaksana, beliau juga tidak menutup pertanyaan dan sanggahan dari ummatnya. Sehingga terjadi komunikasi yang efektif dan sehat.
            Jika sekarang ini kita banyak mengetahui tentang wartawan atau jurnalis yang profesional dalam menggambar dan mewujudkannya dalam bentuk berita dan kejadian, kemudian dipublikasikan melalui koran atau media massa. Hal yang seperti ini juga pada zaman Rasulullah, sesungguhnya para sahabat telah menjalankan fungsi kewartawanan yang suci dan profesional, mereka mensponsori pemberitaan mengenai diri pribadi Nabi Muhammad SAW baik yang berkenaan dengan Akhlaq, Hukum, Aqidah dan lain-lain yang menjadi rujukan ummat Islam. Maka tidak berlebihan jika para sahabat Rasulullah dikatakan sebagai wartawan-wartawan yang begitu mahir mengcover berita-berita atau kejadian-kejadian pada zaman Rasulullah baik dalam bentuk perkataan, perbuatan dan ketetapan darinya.
            Para sahabatlah yang memindahkan berita-berita kepada sahabat lainnya, kemudian kepada tabi’in lalu sampai kepada tabi’it tabi’in. Ratusan ribu hadis yang berhasil dicatat oleh para ahli-ahli hadis adalah berkat jasa Reportase para sahabat itu sendiri, maka jika kita defenisikan Hadis itu sendiri secara bahasa bermakna berita, warta, kabar dan kejadian. Yang dimaksud dari defenisi ini adalah segala berita dan kejadian yang disandarkan kepadda Nabi Muhammad SAW dengan demikian, maka ilmu hadis secara istilah didefinisikan ilmu yang mempelajari tentang berita-berita kejadian yang berhubungan dengan diri Nabi Muhammad dan hasil kucur keringat para sahabat. Sehingga untuk menjaga keaslian dan kesempurnaan berita yang disampaikan. Para ulama hadis membagai hadis dengan bebarapa derajat yaitu Mutawati, Shahih, Hasan, Dha’if dan Maudhu’. 
Jurnalisme sudah sangat lazim digeluti umat Islam. Hal ini dapat kita lihat realita sehari-hari dengan banyaknya publikasi media massa dari mulai berbentuk buletin bahkan hingga stasiun televisi. Maka sangat naif, jika ummat Islam merasa enggan untuk terjun ke kancah jurnalisme atau dunia jurnalistik. Padahal sesungguhnya di dalam al Qur’an terdapat kandungan nilai-nilai dari jurnalistik.
Dengan mengetahui nilai-nilai atau unsur-unsur jurnalistik dalam Islam akan memantapkan hati kita untuk berperan dalam dunia jurnalisme, mengokohkan niat dan mempertebal keinginan untuk lebih banyak lagi memberi manfaat melalui dunia penulisan. Nilai-nilai atau unsur-unsur itu yang kemudian akan memotivasi kita untuk lebih banyak berbuat dengan memberikan konstribusi bermakna bagi dunia jurnalistik di negeri ini khususnya Provinsi Jambi.


[1] Al Qur’an, al Nahl 16 : 89.
[2] Seyyed Hossein Nasr, Ideals and Realities of Islam, George Allen & Unwin Ltd, London,  1972, hlm. 37.